Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jumat, 09 November 2018

Perjuangan Sultan Hasanuddin


Sultan Hasanuddin ialah raja dari Kerajaan Islam Gowa-Tallo di Makassar, Sulawesi Selatan. Oleh Belanda, ia dijuluki ‘Ayam Jantan dari Timur’ karena kegigihan dan keberaniannya melawan Belanda. Ia membela kepentingan kerajaannya dan kepentingan rakyatnya dengan gigih. Ia berusaha menegakkan kedaulatan dan memperluas wilayah kerajaan. Ia berhadapan dengan Aru Palaka, Raja Bone yang dibantu oleh Belanda.

Sultan Hasanuddin dikenal arif dan bijaksana. Beliau merasa sedih karena harus bertempur melawan keluarga sendiri. Arung Palakka La Tenri Tatta to Erung sudah seperti saudara kandung sendiri. Sultan Hasanuddin mempertimbangkan bahwa pertumpahan darah di kalangan orang Makassar dan Bugis harus segera dihentikan. Sultan Hasanuddin berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar kerajaannya untuk melawan Belanda.

Karena perjuangan dan jasa-jasanya, nama Sultan Hasanuddin diabadikan sebagai nama jalan dan universitas di Makassar, Sulawesi Selatan. Pemerintah bahkan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Hasanuddin.

Setelah wafat, Sultan Hasanuddin dimakamkan di kompleks pemakaman raja-raja Gowa di Sulawesi Selatan.

Kompleks pemakaman raja-raja merupakan peninggalan sejarah yang perlu dijaga kelestariannya. Kompleks pemakaman ini pun dijadikan objek pembelajaran sejarah bagi bangsa Indonesia.

Berkomunikasi Menggunakan Cahaya dan Cermin


Cahaya memiliki peranan yang penting bagi mata kita, tanpa cahaya kita tidak bisa melihat benda-benda yang ada di sekeliling kita. Sejak zaman dahulu cahaya sudah digunakan manusia untuk berkomunikasi, entah dengan obor, api unggun maupun pantulan cahaya matahari. Bahkan sampai sekarangpun komunikasi antara dua buah kapal di tengah lautan masih ada yang menggunakan bahasa isyarat dengan menggunakan lampu.

Bersama lensa, cermin kemudian dimanfaatkan untuk membuat sebuah teropong. Selain itu, pada masa perang cermin juga digunakan sebagai kode rahasia atau alat komunikasi melalui pantulan sinar matahari yang jatuh di permukaannya.



Selasa, 30 Oktober 2018

Kisi-kisi dan Materi UP PPG 2018

Apakah kamu seorang guru?
Apakah kamu pejuang sertifikasi?
Apakah kamu sedang lokakarya PPG Dalam Jabatan?
Apakah kamu bersiap menghadapi UP PPG 2018?
Kita sama.

Yuk sama-sama belajar dari kisi-kisi ini. Semoga kita semua yang sedang berjuang menghadapi UP PPG Dalam Jabatan 2018 dapat lulus dengan hasil yang terbaik.

Download di sini 

Senin, 22 Oktober 2018

Puisi Jalak Bali


By : Sofi Tri Maharani


Kecil mungil tubuhmu
Putih sucinya bulumu
Hitam legam ekor sayapmu
Biru cerah tanpa bulu pipimu
Bagaikan langit di hari cerah
Oh… Jalak bali
Sungguh indah dipandang mata
Membuat setiap yang memandang
Tergiur akan keelokan tubuhmu
Jalak bali
Terbang bebas di angkasa luas
Kesana kemari tanpa kenal lelah
Hinggap dari satu pohon ke pohon lainnya
Kini engkau terkurung sendiri dalam sangkar
Di depan rumah rumah sipemburu nakal
Yang tidak bertanggung jawab
Keelokanmu membuat mereka buta
Engkau yang seharusnya dijaga, dilindungi
Sebagai simbol pulau Bali
Tapi engkau malah diburu ditembak diperjualbelikan
Bukan hanya 1 atau 2 tapi ribuan Jalak bali
Hanya untuk uang yang tidak seberapa
Hingga kini kau terancam punah
Sungguh malang nian nasibmu wahai jalak bali

Sumber : http://sofitri8.blogspot.com/2015/09/puisi-jalak-bali.html

Sabtu, 21 Juli 2018

Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru yang berkenaan dengan pemahaman terhadap peserta didik dan pengelolaan pembeajaran mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai dengan mengevaluasi. Secara umum kompetensi inti pedagogik meliputi; (a) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, (b) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (c) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, (d) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (e) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (f) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (g) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, (h) menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (i) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, (j) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Berikut diuraikan indikator masing-masing kompetensi inti pedagogik.

Pertama; menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, merupakan kompetensi inti pertama yang harus dimiliki oleh guru. Indikator penguasaan kompetensi ini ditunjukan dengan kemapuan; (a) memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya, (b) mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran, (c) mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik dalam mata pelajaran, (d) mengidentifikasi kesulitan peserta didik.

Kedua; menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, merupakan kompetensi inti pedagogi yang selanjutnya harus dimiliki oleh seorang guru. Indikator penguasaan terhadap kompetensi ini ditunjukan dengan kemampuan guru; (a) memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (b) menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif, (c) menerapkan pendekatan pembelajaran berdasarkan jenjang dan karateristik bidang studi.

Ketiga; mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang studi yang diampu merupakan kompetensi yang sudah semestinya dikuasai oleh guru. Indikatornya seperti; (a) memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, (b) menentukan tujuan pelajaran, (c) menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pelajaran, (d) memilih materi pelajaran yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran, (e) menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik, (f) mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. Kompetensi ini dilakukan oleh guru dalam bentuk penyusunan RPP.

Keempat; kemampuan kompetensi pedagogi berikutnya yaitu menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, indikatornya ditunjukan dengan; (a) memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik, (b) mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran, (c) menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan, (d) melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan, (e) menggunakan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh, (f) mengambil keputusan transaksional dalam pelajaran sesuai dengan situasi yang berkembang.

Kelima; memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi saat ini sudah menjadi keharusan bagi guru memiliki kemampuan dalam memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang mendidik, seperti penggunaan media dan penggalian sumber belajar.

Keenam; memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, kompetensi ini ditunjukan guru dengan; (a) menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal, (b) menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.

Ketujuh; berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, merupakan kompetensi pedogogi yang penting dimiliki oleh guru, seperti; (a) memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik dan santun, baik secara lisan maupun tulisan, (b) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang terbangun secara siklikal dari (1) penyiapan kondisi psikologis peserta didik, (2) memberikan pertanyaan atau tugas sebagai ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik, (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.

Kedelapan; menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses serta hasil belajar. Kompetensi evaluasi sangat penting dikuasai oleh guru, karena evaluasi menjadi alat ukur keberhasilan bagi guru dan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Indikator kompetensi ini meliputi; (a) memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu, (b) menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu, (c) menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (d) mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (e) mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrument, (f) menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan, (g) melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.

Kesembilan; selain memiliki kemampuan dalam mengevaluasi seorang guru juga harus mampu untuk memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, seperti; (a) menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar, (b) menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan, (c) mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan, (d) memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kesepuluh; kompetensi terakhir dari pedogogik yaitu kemampuan guru dalam melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran, indikator kompetensi ini ditunjukkan dengan; (a) melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, (b) memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan mata pelajaran, (c) melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mata pelajaran.

Masyarakat Informasional di Indonesia

Pada fase masyarakat industrial fokus utama adalah bagaimana masyarakat dengan segenap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi berusaha mengolah bahan baku yang disediakan oleh alam menjadi komoditas yang berpotensi meningkatkan kualitas hidup. Akan tetapi sekarang ini, ketika memasuki era masyarakat informasional, bukan lagi perkara bagaimana berproduksi untuk akumulasi kapital, akan tetapi bagaimana penguasaan dan kemampuan mengolah informasi sebagai sumber daya utama untuk meningkatkan kualitas hidup.

Sekarang ini banyak yang sepakat bahwa masyarakat Indonesia mengalami transisi dari masyarakat offline menuju masyarakat online. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat informasional dan komunikasional juga telah hadir yang siapa pun tidak bisa menolaknya. Dengan kata lain, kehadiran masyarakat informasional ini sudah merupakan imperatif, atau sebuah keniscayaan. Hampir seluruh aspek kehidupan dalam bermasyarakat mulai dari aspek ekonomi, politik, kebudayan, dan sosial-budaya terambah oleh moda-moda informasional dan komunikasional. Sekarang ini informasi tidak lagi mewujud dalam bentuk pengetahuan yang terdokumentasi secara padat seperti barang-barang cetakan, tetapi telah berubah menjadi serba digital. Proses digitalisasi terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang tentu saja berimplikasi terhadap perubahan nilai, cara pandang, dan pola-pola perilaku masyarakat.

Dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia mencapai 132,5 juta orang pada 2016, tumbuh pesat dari 2015 yang baru 88,1 juta orang. Hal itu tidak lepas dari kerja keras para operator telekomunikasi yang memperluas jangkauan layanan mereka. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan regulasi yang mendukung (Kompas, 20 Maret 2017, hal. 12). Akan tetapi seiring dengan gegap-gempita tumbuhnya masyarakat jaringan ini, juga menyodorkan persoalan sosio-kultural seperti kesenjangan digital. Dalam insitusi keluarga pun juga menyodorkan persoalan kesenjangan antara generasi para orangtua yang masih disebut sebagai digital immigrant dan generasi anak-cucunya yang disebut sebagai generasi digital native

Di Indonesia, target menjadi masyarakat informasi diarahkan pada ukuran terhubungnya seluruh desa dalam jaringan teknologi komunikasi dan informasi pada tahun 2015. Determinasi teknologi ini harus diwujudkan dalam determinasi sosial, dimana masyarakat harus berdaya terhadap informasi. Konsep masyarakat informasi tidak lagi mengarah seperti era media yang telah muncul pada era industrial atau sering disebut the first media age dimana informasi diproduksi terpusat (satu untuk banyak khalayak), arah komunikasi satu arah; Negara mengontrol terhadap semua informasi yang beredar; reproduksi stratifikasi sosial dan ketidakadilan melalui media; dan khalayak informasi yang terfragmentasi. Akan tetapi masyarakat informasi yang berada pada the second media age yang memiliki karakter informasi desentralistik; komunikasi dua arah; kontrol Negara yang distributif; demokratisasi informasi; kesadaran individual yang mengutama; dan adanya orientasi individual.

Luapan konten informasi dan teknologi yang memungkinkan untuk user generated sebagaimana karakter media baru seperti munculnya blogs, website, citizen journalism, atau pun digitalisasi yang memungkinkan semakin banyaknya jumlah siaran televisi, radio, webcast, dan juga semakin mudahnya menerima terpaan informasi dimana saja, menjadikan masyarakat memiliki kesempatan yang sangat besar menjadi konsumen informasi. Era informasi seharusnya menjadikan masyarakat menjadi prosumen, produsen sekaligus konsumen informasi.

Ciri utama masyarakat informasi adalah bahwa semua aktivitas masyarakatnya berbasis pada pengetahuan. Oleh karena itu, dalam dunia di mana informasi dan pengetahuan terus beredar, pemerintah bercita-cita untuk membangun negara sebagai masyarakat yang berpengetahuan. Akan tetapi justru di sinilah kemudian menimbulkan masalah, sebab perkembangan masyarakat di Indonesia tidak linier dan homogen. Ada sebagaian masyarakat yang sudah berada dalam tahap siap memasuki masyarakat informasi karena telah mempunyai basis pengetahuan kuat dan menggunakannya sebagai dasar utama bagi aktivitasnya. Sementara banyak juga warga masyarakat yang berakar kuat pada kultur agraris, tradisional, penuh mistik, dan pandangan dunianya kurang mampu cepat beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya ketika pemerintah membangun infrastruktur ICT secara signifikan, sebagian besar warga masyarakat kurang mampu memanfaatkan ICT untuk kepentingan yang produktif, karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan.